Kontongi Legalitas Penambangan di Perairan  Rias, PT Timah Tbk Dorong Kondusifitas

Daerah0 views

BANGKA BELITUNG- PT Timah Tbk telah dipercaya oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya alam timah di Indonesia.

Sebagai perusahaan milik negara, proses bisnisnya tidak semata-mata berorientasi pada keuntungan, tetapi juga mengutamakan fungsi lingkungan dan sosial ekonomi bagi masyarakat.

Tidak diragukan lagi, melakukan operasi bisnis membawa dinamika sosial. Namun, perusahaan berupaya untuk meminimalisir dinamika tersebut dengan memberikan ruang bagi pemangku kepentingan untuk memiliki tujuan yang sama yaitu mengoptimalkan sumber daya alam timah untuk kepentingan bangsa dan negara.

Menanggapi dinamika operasional PT Timah Tbk dan mitra bisnisnya di perairan Rias Kabupaten Bangka Selatan, PT Timah Tbk memegang Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Operasi Produksi dengan DU 1546 untuk operasi produksi di Laut Rias, Kabupaten Bangka Selatan.

Sesuai dengan peraturan yang berlaku, sebagai pemegang IUP, PT Timah Tbk memiliki kewajiban untuk melakukan kegiatan penambangan sesuai dengan tata cara penambangan yang baik dan benar, meningkatkan nilai tambah, memenuhi kewajiban pascatambang, dan memenuhi tanggung jawab sosial.

Meskipun telah memperoleh izin operasi dan produksi pertambangan, PT Timah Tbk terus berupaya untuk melakukan komunikasi, koordinasi, dan sosialisasi yang positif mengenai kegiatan pertambangan.

Memastikan bahwa operasi produksi mematuhi peraturan yang berlaku untuk pertambangan yang baik dan bertanggung jawab. Secara historis, meski memiliki izin yang jelas, PT Timah Tbk tidak “memaksa” beroperasi di perairan Rias dan beberapa kali menunda operasi produksi di kawasan tersebut untuk mengutamakan kondisi yang kondusif.

Catatan terbaru menunjukkan bahwa pada pertengahan Mei 2022, perusahaan menunda operasi dan melanjutkan komunikasi dengan semua pemangku kepentingan untuk mencapai kondisi yang kondusif, yang masih berlaku hingga saat ini.

Anggi Siahaan, Kepala Bidang Komunikasi PT Timah Tbk, menyatakan sebagai pemegang IUP, PT Timah Tbk memiliki kewenangan hukum untuk melakukan operasi produksi di kawasan DU 1546 Laut Rias.

Semua kegiatan dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk izin lingkungan dan izin operasional.

Sebelumnya, PT Timah Tbk dan mitra bisnisnya telah menggelar pertemuan dengan masyarakat sekitar April lalu terkait hal tersebut.

“Kami sampaikan perusahaan memiliki legalitas untuk beroperasi dan berproduksi di kawasan DU 1546 Laut Rias. Semuanya dilakukan sesuai aturan yang berlaku, termasuk proses kemitraan yang dilakukan dengan mitra usaha PT Timah Tbk. Terkait perizinan tersebut, semuanya transparan dan dapat diakses melalui Kementerian ESDM,” terang Anggi.

Anggi menambahkan, PT Timah Tbk memberdayakan masyarakat melalui program kemitraan yang dilaksanakan di dalam areal konsesi perusahaan.

“Program pemberdayaan masyarakat ini juga harus dilihat sebagai upaya memberikan manfaat bagi peningkatan ekonomi legal di wilayah pertambangan,” kata Anggi.

Anggi menegaskan, PT Timah Tbk mengutamakan kondisi yang kondusif dalam menjalankan proses bisnisnya. Karena itu, dia berharap semua pihak bisa tenang menyikapi dinamika yang muncul.

Terkait isu kontroversial dokumen operasional produksi perusahaan, PT Timah Tbk memiliki dan mematuhi semua prasyarat yang diamanatkan untuk operasional produksi.

“Menanggapi permintaan para nelayan, pada pertemuan sebelumnya PT Timah Tbk sebenarnya telah menyampaikan beberapa dokumen. Namun sebagai perusahaan publik (Tbk), PT Timah Tbk harus berhati-hati dalam menyampaikan informasi. Perusahaan terbuka untuk saran yang membangun. , dan seluruh dokumen lengkap dan asli bisa langsung didapatkan dengan menghubungi tim teknis perusahaan (departemen Hukum) atau dengan mendatangi kantor PT Timah Tbk. Dalam hal ini, kami ingin semuanya berjalan dengan kondusif,” ujar Anggi.

Anggi juga menambahkan, kewenangan pemberian dan verifikasi izin diatur oleh pemerintah melalui kementerian terkait secara hiraki.

Anggi juga menyatakan bahwa pemerintah telah mengatur wewenang dalam memberikan dan memeriksa izin sesuai dengan peraturan yang berlaku, melalui kementerian terkait secara bertahap.

“Secara sederhana, rasanya tidak mungkin bagi warga negara untuk menyetop kendaraan di jalan raya dan kemudian meminta izin berkendara, karena wewenang tersebut tentunya berada di pihak yang berwenang,” tambah Anggi.

Teddy Marbinanda, seorang praktisi pertambangan, mengatakan bahwa konflik sosial dalam bidang pertambangan bukanlah masalah baru dan telah terjadi sebelumnya.

Namun, terkait dengan permintaan kelompok masyarakat terdampak, dalam hal ini nelayan, kepada pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk menunjukkan keabsahannya, hal ini bukanlah suatu kewajiban.

Pasalnya, sebelum IUP diterbitkan, perusahaan pemilik izin konsesi telah melalui proses panjang untuk memenuhi kewajibannya.

“Tidak ada kewajiban untuk menunjukkan berbagai legalitas yang dimiliki, karena PT Timah Tbk telah melalui banyak tahapan. Memang ada kelemahan administrasi yang terjadi, terutama ketika tanggung jawab pertambangan tidak lagi berada di tingkat Kabupaten, yang mengakibatkan terputusnya hubungan antara lembaga pemberi izin dan kondisi di lapangan,” katanya.

Lebih lanjut, Teddy menyampaikan bahwa sebagai pemilik IUP, PT Timah Tbk memiliki hak untuk memperoleh kepastian berusaha. Namun, dinamika seperti ini dapat mengganggu kepastian berusaha mereka.

“Sebagai pemilik IUP, PT Timah Tbk juga memiliki hak dalam hal kepastian berusaha, karena apa yang mereka lakukan tidaklah mudah dan murah. Dengan adanya aksi seperti ini, kepastian berusaha mereka menjadi tidak terjamin. Seharusnya PT Timah Tbk dapat melakukan operasi dan produksi dengan cara yang terhormat, dan masyarakat harus diberikan pemahaman bahwa tidak boleh ada pemaksaan kehendak,” jelasnya.

Lebih lanjut, Teddy menyampaikan bahwa persoalan seperti ini sering terjadi bukan hanya pada nelayan, tetapi juga pada sektor perkebunan.

Oleh karena itu, ia menyarankan agar PT Timah Tbk dapat melakukan inovasi dalam menyampaikan informasi ini kepada masyarakat melalui sosialisasi.

“Seharusnya ada solusi yang saling menguntungkan untuk memastikan kepastian berusaha bagi pemilik IUP, karena penggunaan sumber daya alam yang begitu besar ini sangat berharga bagi negara. Namun, hal ini tidak boleh mengabaikan kepentingan masyarakat,” tambahnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *